Perang India-Pakistan Memanas dan Fed Tahan Rate: RI Aman Atau Terancam?

14 hours ago 4
  • Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam kemarin, IHSG terbang tetapi rupiah ambruk
  • Wall Street kompak menguat setelah merah dua hari beruntun
  • Kebijakan suku bunga dan perang India-Pakistan bisa berdampak terhadap pergerakan bursa hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup variatif Rabu (07/05/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ambruk, sementara Surat Berharga Negara (SBN) terpantau diburu investor.

Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen dari luar negeri pada Kamis (08/05/2025) khususnya dari AS. Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pada penutupan perdagangan kemarin (07/05/2025), IHSG ditutup naik 0,41% ke posisi 6.926. IHSG sudah berada kembali bergerak di atas level 6.900 dan sedikit lagi menyentuh level 7.000.

Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp15,65 triliun dengan melibatkan 24,44 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,47 juta kali. Sebanyak 314 saham menguat, 271 saham melemah, dan 214 saham stagnan.

Sementara dari sisi investor asing, tampak net sell dalam jumlah yang sangat besar yakni Rp1,74 miliar di seluruh pasar.

Delapan dari 11 sektor berada di zona hijau dengan kenaikan yang paling signifikan yakni sektor Basic Materials sebesar 2,18%, kemudian sektor Technology yang menguat 1,16%, dan Energy yang menanjak 0,98%.

Sementara sektor Industrials, Infrastructures, serta Transportation & Logistic mengalami koreksi masing-masing sebesar 0,68%, 0,66%, dan 0,35%.

Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpantau mengalami depresiasi pada penutupan kemarin sebesar 0,52% dalam sehari ke posisi Rp16.530/US$.

Rupiah masih berpeluang terkoreksi hingga Juni 2025 mengingat masih tingginya permintaan dolar AS.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Erwin Gunawan Hutapea mengatakan, tekanan terhadap rupiah kemarin sebetulnya dipicu sentimen negatif global akibat konflik terbuka antara India dan Pakistan, di tengah masih bekecamuknya perang dagang antara AS dan China.

Namun, yang menjadi soal, pada Mei ini ada faktor musiman yang membuat permintaan dolar di dalam negeri tinggi, yaitu akan terjadinya repatriasi untuk kepentingan pembayaran dividen.

"Karena di bulan Mei ini kita masih menghadapi adanya proses repatriasi dividen, pembayaran dividen yang mulai terjadi April dan Mei, puncaknya akan di Mei," kata Erwin saat Taklimat Media di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tertekan, di tengah munculnya konflik terbuka baru di belahan bumi Asia Tengah, yakni antara India dengan Pakistan.

Konflik bersenjata antara dua negara itu menambah baru beban sentimen negatif terhadap kurs rupiah.

Permasalahan konflik India dan Pakistan ini menjadi sentimen baru yang memengaruhi kekhawatiran investor di pasar keuangan, setelah sejak awal tahun ini, tekanan terhadap persepsi terus bermunculan.

Terutama setelah kembali menyeruaknya perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal dagang oleh Presiden AS, Donald Trump, Kebijakan itu membuat prospek pertumbuhan ekonomi global melambat karena aktivitas perdagangan global terganggu.

Kondisi ini membuat aliran modal asing masih mencatatkan keluar dari pasar keuangan Indonesia, membuat tekanan terhadap kurs rupiah berlanjut.

Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,51% menjadi 6,835%.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor untuk masuk ke pasar SBN mengalami peningkatan.

Pages

Read Entire Article
Photo View |