Perang India vs Pakistan Memanas, Harga Batu Bara Malah Makin Ganas!

14 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali menanjak dan hampir menyentuh US$106/ton. Harga batu bara tak pernah turun selama 11 hari terakhir dan sudah menguat 11,85%.

Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara 7 Mei 2025 tercatat sebesar US$105,25/ton atau naik 0,33% apabila dibandingkan penutupan perdagangan 6 Mei 2025 yang sebesar US$104,9/ton.

Harga hari pada penutupan 7 Mei 2025 juga merupakan yang tertinggi sejak 1 April 2025 atau lebih dari sebulan.

harga batu bara tetap terbang meski dihujani sentimen negatif mulai dari perang hingga rencana Rockfeller Foundation.

Seperti diketahui, ketegangan antara India dan Pakistan kembali membara usai serangan brutal terhadap wisatawan di Kashmir, wilayah yang dikuasai India. Ketegangan ini dikhawatirkan ikut berdampak ke aktivitas perdagangan Indonesia dan kedua negara.

Ketegangan terjadi setelah India secara resmi menyerang Pakistan, Rabu (7/5/2025). Negeri itu mengatakan melakukan serangan "presisi di kamp-kamp teroris" di dalam Pakistan dan Kashmir yang dikuasai tetangganya itu.

Hal ini menjadi puncak dari ketegangan New Delhi dengan Islamabad. Kemarahan India disulut serangan mematikan di wilayah Kashmir yang diperebutkan.

Baik India dan Pakistan merupakan konsumen besar batu bara. India menjadi importir dan konsumen terbesar batu bara di dunia setelah China.

Terjadinya perang dikhawatirkan bisa mengganggu lalu lintas ekspor kedua negara terhadap batu bara sehingga permintaannya turun dan harga tertekan.

Dikutip dari oilprice.com, Rockefeller Foundation telah meluncurkan sebuah skema baru yang bertujuan untuk mempercepat penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara di negara-negara berkembang. Inisiatif ini dirancang untuk membantu negara-negara tersebut beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, sejalan dengan upaya global dalam mengurangi emisi karbon dan memerangi perubahan iklim.

Melalui kolaborasi dengan berbagai mitra internasional, termasuk lembaga keuangan dan pemerintah, Rockefeller Foundation berencana menyediakan dukungan finansial dan teknis untuk memfasilitasi transisi energi ini. Program ini juga mencakup pengembangan proyek energi terbarukan sebagai pengganti pembangkit batu bara yang ditutup, dengan tujuan memastikan pasokan energi yang stabil dan ramah lingkungan bagi masyarakat setempat.

Langkah ini menandai komitmen Rockefeller Foundation dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan mengatasi tantangan lingkungan di negara-negara berkembang.

Dengan mengurangi ketergantungan pada batu bara, inisiatif ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian target emisi global dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Yayasan Rockefeller mengumumkan bahwa analisis barunya menunjukkan bahwa mendukung 60 proyek pada 2030 untuk menutup kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara dapat membuka investasi publik dan swasta senilai US$110 miliar, sekaligus mencegah 9.900 kematian dini dan 640.000 hari kerja yang hilang setiap tahunnya dan menghasilkan 29.000 pekerjaan permanen baru.

"Seiring dengan semakin banyaknya negara dan masyarakat yang memilih untuk beralih ke sumber energi bersih, filantropi memiliki peran yang unik untuk dimainkan, kita dapat mengambil risiko yang tidak dapat dilakukan orang lain dan mengkatalisasi momentum yang dibutuhkan," kata Ashvin Dayal, Wakil Presiden Senior, Energi dan Iklim di The Rockefeller Foundation.

Kendati ada upaya dari organisasi seperti Rockefeller Foundation, penggunaan batu bara di Asia, terutama di negara pengimpor batu bara terbesar, yaitu China dan India tidak berkurang. Sebaliknya, penggunaan batu bara justru meningkat karena pasar berkembang utama di Asia meningkatkan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk memenuhi permintaan listrik yang meningkat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Photo View |