Anak Orang Terkaya RI Kesal Lihat Pemerintah, Robek Ijazah-Bela Buruh

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika diberi pilihan, banyak orang tentu ingin dilahirkan dari orang tua kaya raya. Kekayaan dianggap dapat membuat hidup lebih nyaman tanpa perlu pusing memikirkan berbagai kebutuhan hidup.

Namun, hal berbeda terjadi dalam diri anak dari Pangeran Jawa Haryo Soerjaningrat, yakni Soerjopranoto. Alih-alih menikmati kemewahan dan hidup bergelimang harta, dia justru memilih untuk hidup bersama warga miskin di luar rumah.

Soerjopranoto merupakan anak tertua Harjo Soerjaningrat dan kakak kandung Soewardi Soeryaningrat alias Ki Hajar Dewantara.

Soerjopranoto harusnya menjadi penguasa tanah Jawa Kadipaten Pakualaman dari trah ayahnya. Namun, akibat ayahnya mengalami kebutaan, trah kekuasaan pun terputus. Dia harus menerima takdir tak bisa menjadi raja. 

Namun, terputusnya trah ke tangan Soerjopranoto tak membuat kekayaannya menghilang. Dia dan sekeluarga tetap kaya raya sebagai bangsawan Jawa dan jadi salah satu orang terkaya. Hanya saja, Soerjopranoto dan keluarga punya cara berbeda menyikapi kekayaan. 

Dalam autobiografi berjudul Raja Mogok: R.M Soerjopranoto (1983) diceritakan, Pangeran Haryo Soerjaningrat selalu mendidik anak-anak untuk selalu menghormati sesama manusia. Atas dasar ini, Soerjopranoto dan juga Soewardi selalu mensejajarkan diri ke orang-orang di luar istana.

Sejak kecil, mereka bergaul dengan anak-anak kampung yang mayoritas diselimuti kemiskinan. Dari sinilah, rasa empati Soerjopranoto tumbuh. Dia melihat bagaimana rakyat di luar istana bergelut melawan kemiskinan dan merasa kekayaan yang dimiliki tak ada gunanya jika mereka sengsara. 

Apalagi saat mengetahui bahwa kemiskinan tercipta berkat sistem segregasi warisan kolonial Belanda. Soerjopranoto pernah menangis gara-gara kuli-kuli perkebunan tebu hanya menerima upah 12 sen sehari. Padahal, mandornya yang hanya ongkang-ongkang kaki menerima 500 gulden sehari. 

Sejak saat itu, dia mulai tak menyukai kekayaan dan gemerlap kehidupan istana. Begitu juga kepada pemerintah kolonial Belanda. Bahkan, dia bersumpah tak akan mau bekerja untuk orang-orang asing yang telah merugikan. Sebagai penanda dia rela menyobek-nyobek ijazah yang dia pernah tempuh susah payah dari sekolah Belanda. 

"Sejak detik ini aku tidak sudi lagi bekerja untuk pemerintah Belanda," tegas Soerjopranoto. 

Setelah itu, Soerjopranoto memilih bergabung ke dalam barisan warga miskin. Dia memutuskan keluar dari hiruk pikuk istana, meninggalkan pekerjaan prestisius di jabatan kolonial, dan tinggal di luar demi mengadvokasi warga yang membutuhkan. 

Berbagai rentetan peristiwa tersebut membuat pria kelahiran 11 Agustus 1871 harus memulai lagi dari awal, termasuk soal kekayaan. Pada 1920-an, dia memutuskan menjadi guru di sekolah milik adiknya, Ki Hajar Dewantara, yakni Taman Siswa. Selama proses perjuangan, Soerjopranoto aktif dalam ranah pergerakan nasional mewujudkan kemerdekaan.

Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (1997) mencatat, dia aktif di Boedi Oetomo hingga Sarekat Islam. Salah satu pergerakan paling penting yang dilakukannya adalah ketika memimpin gerakan buruh.

Dia tercatat sebagai orang pertama yang berhasil memimpin demonstrasi pemogokan buruh-buruh di masa kolonial. Keberhasilannya membuat pemerintah kolonial geram. Atas dasar ini, dia dijuluki "raja mogok".

Rasa balas dendam Soerjopranoto kemudian terselesaikan ketika Indonesia merdeka tahun 1945. Setelah merdeka, Soerjopranoto tak menghilangkan idealismenya. Dia tetap hidup sederhana bersama warga miskin di luar istana sampai akhir hayat. 


(mfa/mfa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Next Article Orang Terkaya RI Tolak Hidup Mewah, Bagikan Duit Rp 20 M ke Warga

Read Entire Article
Photo View |