Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia terkoreksi usai kenaikan tajam beruntun. Penguatan indeks dolar Amerika Serikat (AS) hingga ketidakpuasan terhadap pernyataan ketua The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mendorong kejatuhan harga emas.
Pada perdagangan sebelumnya Rabu (07/5/2025), harga emas dunia merosot 1,90% di level US$3.364,32 per troy ons. Pelemahan tersebut mematahkan penguatan emas selama dua hari beruntun.
Pada perdagangan hari ini Kamis (08/5/2025) hingga pukul 06.15 WIB, harga emas dunia di pasar spot menguat 0,21% di posisi US$3.371,44 per troy ons.
Harga emas turun pada perdagangan Rabu, terbebani oleh dolar yang lebih kuat dan meredanya ketegangan perdagangan China-AS, sementara para pelaku pasar merasa tidak puas dengan pernyataan hati-hati Ketua The Fed Jerome Powell tentang ekonomi AS.
Pada perdagangan Rabu (7/5/2025), indeks dolar AS menguat 0,38% di level 99,61. Penguatan tersebut mematahkan pelemahan dolar AS selama tiga hari beruntun pada perdagangan sebelumnya.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The federal Reserve (The Fed) kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% bulan ini. Keputusan ini mencerminkan sikap The Fed yang hati-hati dalam mengantisipasi dampak kebijakan tarif impor Presiden AS Donald Trump.
The Fed mengumumkan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia (8/5/2025). Ini merupakan kali ketigaThe Fed menahan suku bunganya setelah terakhir kali menurunkan suku bunganya pada pertemuan Desember 2024.
Keputusan menahan suku bunga diambil di tengah meningkatnya ketidakpastian akibat kebijakan tarif impor besar-besaran Presiden AS Donald Trump, yang diumumkan pada 2April 2025.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) mengakhiri pertemuan kebijakan dua hari dengan keputusan bulat untuk tidak mengubah suku bunga pada 4,25%-4,50%, yang telah berlaku sejak Desember.
Dalam pernyataannya, The Fed mengakui ada kenaikan risiko stabilitas harga dan ketenagakerjaan. Kondisi ini membuat bank sentral dalam posisi sulit dalam menentukan arah kebijakan berikutnya.
"Ini bukan situasi di mana kami bisa bertindak secara pre-emptif, karena kami belum tahu apa respons yang tepat hingga melihat data lebih lanjut," kata Ketua The Federal Reserve Jerome Powell dalam konferensi pers usai rapat Federal Open Market Committee (FOMC), dikutip dari CNBC International.
Powell menegaskan bahwa bank sentral akan tetap bersabar dalam menentukan langkah kebijakan berikutnya, mengingat tingginya ketidakpastian yang masih menyelimuti prospek ekonomi.
"Powell memegang kartunya dengan sangat erat sambil mengulangi pesan bahwa The Fed akan 'menunggu dan melihat' dan bahwa itu tidak dapat bersifat pre-emptif. Hal itu membuat pasar sedikit tidak puas yang tidak akan mengubah bias bullish emas yang kuat," ujar Tai Wong, seorang pedagang logam independen, kepada Reuters.
"Penurunan akan dibeli karena emas adalah satu-satunya pasar di mana investor sangat percaya diri," tambahnya.
Emas, yang dilihat sebagai aset safe haven di masa-masa yang tidak pasti, telah melonjak 31% tahun ini, di tengah risiko geopolitik dan pembelian bank sentral yang kuat. Bank sentral China menambah cadangannya selama enam bulan berturut-turut pada bulan April.
"Saya pikir sebagian besar (jatuhnya harga emas) adalah China dan AS yang bersatu untuk melakukan pembicaraan tarif. Pengumuman The Fed tampaknya sangat netral dari apa yang dikatakan Powell saat ini, jadi tidak ada kejutan di sana," ujar Daniel Pavilonis, ahli strategi pasar senior di RJO Futures.
Sementara itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan kepala negosiator perdagangan Jamieson Greer dijadwalkan bertemu dengan pemimpin ekonomi China He Lifeng di Swiss akhir pekan ini, sebuah langkah yang dipandang sebagai terobosan potensial dalam menyelesaikan ketegangan perdagangan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)