Jakarta, CNBC Indonesia - Ketahanan ekonomi Indonesia dari efek perlambatan ekonomi global kini terlihat makin melemah, menurut pandangan Center Centre for strategic and international Studies (CSIS).
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, semakin melemahnya ketahanan ekonomi Indonesia kini terlihat dari pergerakan kurs rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Padahal, indeks dolar cenderung tengah tertekan efek kebijakan perang dagang Presiden AS Donald Trump.
"Dulu-dulu ketika ada terjadi shock di tingkatan dunia, perekonomian Indonesia sering disebut cukup resilient. Bahkan The Economist tahun 2011 atau 2012 menyebut Indonesia itu sebagai The Komodo Economy," kata Yose saat konferensi pers "Setengah Tahun Pemerintahan Prabowo", Rabu (7/5/20240
"Julukan itu karena kulitnya tebal seperti Komodo Dragon. Tetapi apakah sekarang ini kita masih akan bisa menjadi komodo ekonomi? Mudah-mudahan tidak menjadi cicak ekonomi," tegasnya.
Sejak Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal yang tinggi kepada negara-negara mitra dagang utamanya, Yose menegaskan, kondisi rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Padahal, indeks dolar juga terus melemah seusai periode yang Trump sebut sebagai Liberation Day.
Kurs rupiah saat itu sudah tembus di level atas Rp 16.800 dan bahkan sudah menyentuh level Rp 16.900 per 9 April 2025. Sementara itu indeks dolar terus menurun ke level bawah 99.
"Ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan karena kita akan menjadi negara mata uang kita akan melemah sendiri dibandingkan dengan seluruh mata uang lainnya," tegas Yose.
Di sisi lain, ia mengatakan aliran modal asing tercatat terus keluar dari pasar keuangan domestik. Berdasarkan catatan BI, sepanjang tahun ini, dari awal tahun sampai dengan data setelmen hingga 30 April 2025, non residen tercatat jual neto sebesar Rp 49,56 triliun di pasar saham, Rp 12,05 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp 23,01 triliun di pasar SBN.
Yose berpendapat, mengkhawatirkannya ketahanan ekonomi domestik ini dipicu oleh permasalahan yang selama ini terbilang menjadi tameng saat masa krisis, namun kini malah melemah, yaitu masalah transparansi fiskal, dan isu tidak independennya kebijakan moneter.
Diperburuk dengan permasalahan yang selama krisis selalu menjadi masalah, yakni sektor riil atau iklim bisnis yang masih tersandung inefisiensi, serta ketenagakerjaan maupun daya beli yang kini makin tertekan.
"Kita bisa lihat bagaimana fiskal kita mulai sedikit demi sedikit digerogoti, kemudian dari sisi monetary, bahkan independensi dari bank sentral sudah mulai dipertanyakan di situ. Dan ini tentunya akan membuat kepercayaan kepada perekonomian Indonesia juga akan semakin berkurang," tegas Yose.
Makanya, ia berpendapat, ke depannya pertumbuhan ekonomi akan semakin tertekan. Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 yang telah ke posisi 4,87 menjadi awal tak akan lagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang selama satu dekade terakhir terus stagnan di kisaran 5%.
"Kita tidak lagi bisa mengandalkan pasar ekspor kita. Pasar ekspor yang akan semakin mengecil dan juga tentunya ini berimbas juga kepada government revenue, kepada pendapatan pemerintah," tuturnya.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ekonomi RI Lesu di Kuartal I, Diramal Hanya Tumbuh 4,9%
Next Article Dihantam Xi Jinping-Trump, Sri Mulyani Masih Pede Ekonomi RI Tumbuh 5%