DBS Ungkap Peluang Baru di Tengah Badai Perang Tarif

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank terbesar di Asia Tenggara DBS, memperkirakan dampak kebijakan yang positif di bawah Trump 2.0, yaitu produksi minyak dan gas Amerika Serikat (AS) bakal meningkat secara bertahap. Adapun hal ini secara jangka panjang dapat berdampak positif terhadap perusahaan-perusahaan penghasil minyak, shale, dan jasa terkait ladang minyak.

Sejak awal kuartal I-2025, DBS memperkirakan bahwa tahun ini menjadi tahun yang diwarnai oleh volatilitas. Apalagi dengan terbitnya berbagai kebijakan oleh Presiden Trump

Kekhawatiran seputar kenaikan tarif yang meluas, ditambah dengan kebijakan imigrasi dan upaya Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) untuk memangkas jumlah pegawai federal telah mengurangi kepercayaan konsumen dan memicu kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi. Terbukti pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia tercatat turun 4,85% dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5%.

Namun untuk mencerminkan memudarnya keistimewaan AS dan realitas geopolitik yang baru, DBS melakukan dua perubahan portofolio utama untuk kuartal II-2025. Pertama, menurunkan porsi saham AS menjadi underweight dalam periode tiga bulan ke depan dengan tetap mempertahankan overweight selama 12 bulan dan mempertahankan keyakinan pada sektor teknologi dan layanan kesehatan AS.

Sedangkan kedua, meningkatkan porsi pada saham Eropa menjadi overweight dalam tiga bulan dengan tetap mempertahankan underweight 12 bulan, sambil mencari peluang pada industri Eropa, terutama subsektor pertahanan, keuangan, layanan kesehatan dan teknologi.

"Peralihan utama ini akan membantu untuk melakukan diversifikasi dari perdagangan yang ramai dan mengurangi risiko konsentrasi pada sektor teknologi AS dan saham Magnificent Seven (Apple, Microsoft, Amazon, Alphabet (perusahaan induk Google), Meta, Nvidia, and Tesla)," ungkap laporan DBS beberapa waktu lalu.

Ke depan, untuk memperkuat ketahanan portofolio, investor disarankan untuk memperbanyak eksposur pada emas dan aset privat. Apalagi, harga emas terus melonjak seiring dengan meningkatnya permintaan aset safe haven akibat ketidakpastian di bawah kepemimpinan Trump 2.0 dalam jangka pendek.

Sementara itu, kekhawatiran terhadap kondisi fiskal AS dan meningkatnya risiko de-dolarisasi di tengah dinamika geopolitik menjadi faktor pendorong dalam jangka menengah hingga panjang.

Untuk diketahui, dalam analisis sebelumnya, DBS menyimpulkan bahwa portofolio 40/30/30 (40% ekuitas, 30% obligasi, 30% aset alternatif) mengalami penurunan nilai yang lebih ringan dibandingkan portofolio tradisional 60/40 selama periode tekanan finansial. Berdasarkan data dari Desember 2007 hingga September 2023, portofolio 40/30/30 mencatat volatilitas tahunan sebesar 9,3%, lebih rendah dibandingkan 11,4% pada portofolio 60/40.


(rah/rah)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Alarm Bahaya Menyala! Ekonomi RI Tumbuh di Bawah Ekspektasi

Next Article Pemerintah Pede Ekonomi 2024 Tumbuh 5,1%, Ada Efek 'Jumat Berkah'

Read Entire Article
Photo View |