Transformasi Sistem Pangan-Gizi Indonesia dan Arah Badan Gizi Nasional

3 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN) melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 merupakan langkah strategis yang layak diapresiasi. Dengan mandat untuk mengoordinasikan program-program gizi nasional dan anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahun 2025, BGN diharapkan menjadi katalis dalam penurunan stunting, perbaikan status gizi, dan penguatan sistem pangan Indonesia.

Namun, keberhasilan BGN tidak hanya akan diukur dari skala distribusi makanan, melainkan dari kemampuannya membangun sistem gizi yang berkelanjutan, terutama melalui pendekatan Pertanian Sensitif Gizi (Nutrition-Sensitive Agriculture/NSA).

Apa Itu Nutrition-Sensitive Agriculture?
NSA adalah pendekatan pembangunan pertanian yang secara eksplisit bertujuan meningkatkan hasil gizi, bukan hanya produksi atau pendapatan. NSA melibatkan intervensi di seluruh rantai pangan, mulai dari jenis tanaman yang dibudidayakan, cara distribusi pangan, hingga perilaku konsumsi, dengan fokus utama pada peningkatan kualitas dan keragaman pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu hamil.

Pendekatan NSA menekankan tiga aspek utama yang saling terkait, yaitu: diversifikasi pangan berbasis lokal yang mencakup sumber-sumber protein, vitamin, dan mineral; pemberdayaan petani kecil, khususnya perempuan, agar memiliki akses dan kontrol lebih besar terhadap produksi serta konsumsi pangan sehat; serta penguatan sistem pangan lokal agar lebih tangguh dan inklusif dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat secara berkelanjutan.

Mengapa NSA Penting dalam Konteks MBG?
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif pemerintah Indonesia yang sangat ambisius, menyediakan makanan bergizi untuk lebih dari 80 juta penerima manfaat di sekolah dan komunitas. Namun, tanpa integrasi dengan NSA, program ini berisiko hanya menjadi proyek konsumsi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah sistemik: ketimpangan akses pangan, dominasi pangan ultraproses, dan keterputusan antara petani dan konsumen.

Dengan mengadopsi prinsip-prinsip NSA, Program MBG dapat memberikan efek ganda yang signifikan: meningkatkan status gizi peserta melalui konsumsi bahan pangan segar, lokal, dan beragam; menggerakkan ekonomi desa dengan menyerap produk dari petani, nelayan, peternak kecil, dan UMKM pangan lokal; serta menanamkan edukasi pangan sehat berbasis budaya melalui dapur layanan yang terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di sekolah. Singkatnya, NSA dapat memberi dimensi keberlanjutan dan keadilan pada pelaksanaan MBG.

Lebih dari Sekadar Distribusi Makanan
Program MBG yang dijalankan BGN sejak Januari 2025, merupakan salah satu program gizi terbesar dalam sejarah Indonesia. Target penerima manfaatnya mencakup lebih dari 80 juta anak sekolah dan ibu hamil, ibu menyusui, dan balita dengan lebih dari 1.200 dapur layanan (SPPG) sudah beroperasi di berbagai daerah dari total lebih dari 30.000 SPPG

Namun, jika MBG hanya menjadi mekanisme distribusi makanan dari produsen besar ke konsumen, maka kesempatan besar untuk memperkuat ketahanan pangan lokal bisa terlewatkan. Di sinilah peran NSA menjadi penting: mengaitkan produksi pangan lokal, penghidupan petani kecil, dan konsumsi masyarakat dalam satu sistem yang saling menguatkan.

Peran Strategis BGN dalam NSA
Sebagai badan nasional, BGN memiliki posisi strategis untuk menjadikan NSA sebagai landasan kebijakan. Ada tiga langkah konkret yang dapat dilakukan:

a. Menghubungkan Petani Lokal ke Rantai Suplai MBG
BGN dapat bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Bapanas, dan pemda untuk mengembangkan model kemitraan dapur layanan dengan koperasi tani dan UMKM pangan. Ini tidak hanya mendukung petani kecil, tetapi juga memastikan bahan pangan yang digunakan dalam MBG segar, terjangkau, dan sesuai konteks lokal.

b. Mendorong Diversifikasi Produksi Pangan Gizi-Sensitif
Selama ini kebijakan pertanian nasional cenderung terfokus pada padi, jagung, dan tebu. Padahal, sumber protein hewani, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan buah lokal adalah kunci untuk memperbaiki kualitas gizi. BGN dapat mendorong insentif bagi produksi pangan gizi-sensitif sebagai bagian dari strategi nasional.

c. Edukasi Konsumsi Sehat Berbasis Produksi Lokal
Dapur MBG harus menjadi pusat pembelajaran, bukan hanya tempat memasak. Melalui pelatihan pengelola dapur dan edukasi sekolah, BGN dapat membentuk perilaku makan sehat yang sesuai konteks budaya dan geografis setempat. Ini sekaligus mendorong ketahanan gizi berbasis keluarga.

Tantangan: Koordinasi dan Sistem Data
NSA menuntut kolaborasi antarsektor yang kuat. Sayangnya, selama ini kebijakan pertanian, pendidikan, dan kesehatan masih berjalan secara terpisah. BGN harus membangun mekanisme kerja terpadu lintas kementerian dan daerah, seperti membentuk task force pangan dan gizi lokal yang fokus pada implementasi program NSA secara konkret.

Tantangan lain adalah kurangnya data mikro terkait lingkungan pangan, preferensi konsumsi lokal, dan kapasitas produksi komunitas. Tanpa pemetaan pangan lokal yang sistematis, upaya NSA akan sulit ditargetkan secara efektif. BGN perlu membangun sistem pemantauan yang mengintegrasikan data gizi dan data pangan dalam satu platform yang dapat digunakan untuk perencanaan berbasis bukti.

Inspirasi dari Praktik Global
Pendekatan NSA bukan konsep baru secara global. Brasil, melalui Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE), mewajibkan minimal 30% bahan makanan untuk sekolah dibeli dari petani kecil lokal. Kebijakan ini berhasil meningkatkan pendapatan petani, memperkaya keragaman pangan, dan meningkatkan kualitas gizi anak sekolah.

Di Ethiopia, program nasional mengintegrasikan penyuluh pertanian dan petugas kesehatan dalam satu sistem lintas sektor yang mendampingi keluarga petani. Mereka memberikan edukasi gizi berbasis produksi dan konsumsi lokal. Model ini terbukti meningkatkan asupan zat besi dan vitamin A dalam rumah tangga sasaran.

Sementara itu, Bhutan menggunakan kebijakan Farm to School untuk memperpendek rantai pasok dan menjaga kesegaran bahan makanan di sekolah. Penerapan ini juga menciptakan hubungan budaya yang lebih dalam antara anak-anak dan tradisi pangan lokal mereka.

Indonesia memiliki potensi besar untuk mengadaptasi praktik-praktik tersebut, dengan konteks geografis dan kultural yang kaya. BGN bisa mengambil peran sentral dalam membangun sistem kebijakan yang tidak hanya menyalin, tapi menyesuaikan dengan kekayaan sumber daya pangan kita sendiri.

Implikasi Jangka Panjang: dari Program ke Sistem
Jika kita melihat lebih jauh, keberadaan BGN dan pendekatan NSA tidak hanya berdampak pada gizi hari ini, tetapi membentuk sistem pangan masa depan. Ketahanan pangan tidak bisa dicapai hanya dengan subsidi dan bantuan pangan; ia harus tumbuh dari kekuatan produksi lokal, nilai budaya konsumsi, dan sistem logistik yang adil.

NSA adalah pendekatan jangka panjang yang menghubungkan petani dengan pasar, anak-anak dengan dapur sekolah, dan masyarakat dengan kebun pekarangannya. Ini adalah strategi pembangunan ekonomi desa yang berbasis gizi, bukan sekadar proyek jangka pendek.

Arsitektur Gizi yang Terintegrasi
BGN hadir pada momen krusial. Di satu sisi, Indonesia menghadapi tantangan stunting dan gizi buruk. Di sisi lain, kita memiliki peluang untuk mereformasi sistem pangan agar lebih tangguh, inklusif, dan adil bagi petani kecil.

NSA menawarkan pendekatan menyeluruh untuk menjawab tantangan ini. Ia bukan hanya tentang apa yang kita makan, tetapi bagaimana makanan itu diproduksi, didistribusikan, dan diajarkan dalam masyarakat.

Jika BGN mampu mengarusutamakan NSA, maka MBG tidak akan berhenti pada makanan gratis, tetapi akan menjadi fondasi pembangunan manusia yang sehat dan berdaulat pangan.


(miq/miq)

Read Entire Article
Photo View |