Trump Ultimatum Putin dan Zelensky: Damai atau Hancur Total?

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan bahwa ia akan melakukan pembicaraan langsung dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Senin (19/5/2025), menyusul perundingan damai terbaru yang digelar di Turki pada Jumat lalu.

Pertemuan itu menandai pembicaraan langsung pertama antara kedua belah pihak sejak Maret 2022, namun kembali dibayangi oleh ketegangan setelah Rusia mengajukan tuntutan baru.

Dalam pernyataan di platform Truth Social, Trump mengatakan bahwa ia akan menghubungi Putin pada pukul 10.00 waktu setempat, dengan agenda utama untuk menghentikan pertumpahan darah yang diklaim telah menewaskan lebih dari 5.000 tentara Rusia dan Ukraina setiap minggunya. Ia juga menyebut "perdagangan" sebagai topik pembicaraan tambahan.

"Topik panggilan ini akan mencakup penghentian pertumpahan darah yang menewaskan rata-rata lebih dari 5.000 tentara Rusia dan Ukraina setiap minggu, serta perdagangan," tulis Trump, sebagaimana dikutip Reuters.

"Semoga hari itu produktif, gencatan senjata tercapai, dan perang yang sangat kejam ini, perang yang seharusnya tidak pernah terjadi, akan berakhir."

Setelah pembicaraan dengan Putin, Trump berencana menghubungi Zelensky dan sejumlah anggota NATO untuk membahas langkah selanjutnya.

Menurut seorang pejabat senior Ukraina yang terlibat dalam perundingan, delegasi Rusia yang hadir dalam pembicaraan di Istanbul menuntut agar Ukraina menarik seluruh pasukannya dari wilayah Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, dan Kherson-semua wilayah yang diklaim Moskow-sebelum kesepakatan gencatan senjata dapat dibahas lebih lanjut.

Kremlin belum mengomentari secara langsung tuntutan tersebut. Juru bicara Dmitry Peskov hanya mengatakan bahwa pembicaraan seharusnya dilakukan secara tertutup dan menyebut bahwa langkah selanjutnya akan difokuskan pada pelaksanaan pertukaran 1.000 tahanan perang dari masing-masing pihak, meskipun belum ada tanggal yang ditentukan.

Peskov juga membuka kemungkinan bahwa Putin dapat bertemu langsung dengan Zelensky jika "kesepakatan tertentu" berhasil dicapai, meskipun ia tidak menjelaskan secara rinci bentuk kesepakatan yang dimaksud.

Sementara itu, Putin belum merespons tantangan langsung dari Zelensky pada awal pekan lalu untuk melakukan pertemuan tatap muka.

Dalam upaya diplomatik terpisah, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov melakukan pembicaraan telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, Lavrov menyambut "peran positif" AS dalam memfasilitasi dimulainya kembali dialog Rusia-Ukraina.

Rubio mengatakan kepada CBS bahwa Lavrov dan timnya sedang "menggodok serangkaian ide dan tuntutan untuk melanjutkan gencatan senjata dan negosiasi lebih lanjut."

Rubio juga menyebut kemungkinan penggunaan Vatikan sebagai lokasi netral untuk pembicaraan selanjutnya, menyebutnya sebagai "tawaran yang sangat dermawan."

Pada saat bersamaan, Zelensky menyerukan sanksi yang lebih keras terhadap Rusia setelah serangan drone Rusia di wilayah Sumy menewaskan sembilan penumpang bus sipil.

"Ini adalah pembunuhan yang disengaja terhadap warga sipil," tegas Zelensky. "Tekanan harus diberikan kepada Rusia agar mereka menghentikan pembunuhan ini. Tanpa sanksi yang lebih tegas, tanpa tekanan lebih kuat, Rusia tidak akan mengupayakan diplomasi yang sungguh-sungguh."

Rusia membantah telah menyerang warga sipil dan menyatakan serangan itu menargetkan fasilitas militer. Kementerian Pertahanan Rusia juga mengeklaim telah merebut satu permukiman tambahan di wilayah timur Ukraina.

Di tengah perundingan damai yang kembali buntu, sejumlah pemimpin Barat meragukan keseriusan Moskow. Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengatakan kepada Reuters, "Sekali lagi, Rusia tidak serius. Sampai kapan kita akan terus berkata cukup sudah kepada Putin?"

Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menyuarakan kekecewaannya. "Hari ini, apa yang kita dapatkan dari pertemuan Istanbul? Tidak ada. Dan saya katakan, menghadapi sinisme Presiden Putin, saya yakin Presiden Trump akan merespons dengan mempertimbangkan kredibilitas Amerika Serikat."

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengonfirmasi bahwa Uni Eropa tengah menyusun paket sanksi baru terhadap Rusia, yang menurut pernyataan Prancis ditujukan untuk "mencekik" perekonomian Moskow. Namun, setelah lebih dari tiga tahun pemberlakuan sanksi, banyak pihak meragukan efektivitas tambahan tekanan ekonomi.

Sementara itu, langkah-langkah Trump dalam upaya mendamaikan kedua belah pihak kerap menimbulkan efek campur aduk. Pekan lalu, ia menyatakan bahwa tidak akan ada kemajuan perdamaian sebelum ia sendiri bertemu langsung dengan Putin, meskipun sebelumnya mendorong Zelensky untuk menerima tawaran perundingan dari Moskow.

Kremlin menyatakan Putin siap untuk bertemu Trump, namun menyatakan bahwa pertemuan semacam itu harus "dipersiapkan dengan sangat hati-hati."


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Gencatan Senjata 3 Hari Rusia-Ukraina Resmi Dimulai

Next Article Terungkap Strategi Trump Akhiri Perang Rusia Ukraina, Ada Peran NATO

Read Entire Article
Photo View |