5 Rekor Bersejarah Paus Leo XIV: Konklaf Tercepat - Lahir Pasca Perang

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam suasana penuh harap dan keheningan spiritual yang menyelimuti Basilika Santo Petrus, dunia menyambut pemimpin tertinggi Gereja Katolik yang baru: Paus Leo XIV.

Lahir dengan nama Robert Francis Prevost, ia bukan hanya penerus spiritual Tahta Santo Petrus, tetapi juga pemecah berbagai rekor penting dalam sejarah panjang Gereja Katolik. Terpilih dalam Konklaf Mei 2025, kepausan Leo XIV menandai era baru, penuh simbolisme dan harapan akan perubahan di tengah tantangan dunia modern.

1. Paus Pertama dari Amerika Serikat dan Berwargakenegaraan Ganda

Salah satu rekor paling menonjol dari Leo XIV adalah asal-usulnya. Ia menjadi paus pertama dalam sejarah Gereja Katolik yang berasal dari Amerika Serikat, lahir di Chicago, Illinois, pada 14 September 1955.

Tak hanya itu, ia juga memiliki kewarganegaraan Peru, menjadikannya simbol dari persatuan Utara dan Selatan di benua Amerika. Sebagaimana dilaporkan El País 8 Mei 2025, Leo XIV telah mengabdi sebagai misionaris selama puluhan tahun di Peru dan dikenal dekat dengan komunitas lokal di sana.

2. Paus Pertama dari Ordo Santo Agustinus

Robert Prevost adalah anggota Ordo Santo Agustinus yang merupakan suatu komunitas religius yang mengikuti ajaran dan spiritualitas Santo Agustinus. Penunjukannya sebagai paus menjadikannya paus pertama dalam sejarah dari ordo tersebut, memperluas keragaman tradisi dalam kepemimpinan Gereja setelah dominasi panjang dari ordo Jesuit, Dominikan, dan Fransiskan.

3. Paus Pertama dari Negara Berbahasa Inggris dalam 800 Tahun

Leo XIV juga mencatat sejarah sebagai Paus pertama dari negara berbahasa Inggris sejak Paus Adrian IV, yang menjabat dari 1154 hingga 1159.

Sejak abad ke-12, tidak ada paus lain yang berasal dari negara dengan bahasa utama Inggris, menjadikan pengangkatan Prevost sebagai tonggak penting dalam geopolitik Vatikan dan persebaran umat Katolik dunia.

4. Paus Pertama yang Lahir Pasca Perang Dunia II

Lahir pada 1955, Leo XIV adalah paus pertama yang dilahirkan setelah berakhirnya Perang Dunia II. Ia tumbuh dalam era yang ditandai oleh Perang Dingin, perkembangan teknologi, dan globalisasi. Latar belakang ini diyakini membentuk pandangannya yang inklusif namun teguh, sebagaimana disebutkan dalam laporan People Magazine Mei 2025, bahwa Leo XIV adalah "jembatan antara tradisi dan modernitas".

5. Terpilih Cepat dalam Konklaf: Konsensus yang Kuat

Pemilihan Paus Leo XIV berlangsung cepat dalam Konklaf 2025, dengan dirinya terpilih hanya dalam empat putaran pemungutan suara.

Kecepatan tersebut menandakan adanya konsensus kuat di antara para kardinal mengenai kepribadian dan visi kepemimpinannya. Situs berita Die Welt menyebutnya sebagai "tanda kejelasan arah masa depan Gereja" Welt.de, 8 Mei 2025.

Pemimpin yang Mewakili Keadilan Sosial dan Kerendahan Hati

Dalam pidato perdananya kepada umat, Leo XIV menyampaikan pesan yang sangat kuat namun sederhana: "Tuhan mencintai semua orang." Pernyataan ini dianggap mencerminkan komitmennya terhadap inklusi, pengampunan, dan semangat pelayanan yang rendah hati. Sebagaimana dilansir oleh New York Magazine Mei 2025, meskipun berasal dari tradisi yang konservatif, Leo XIV menunjukkan keberanian untuk mendekati isu-isu sulit seperti migrasi, kemiskinan global, dan perubahan iklim dengan suara yang lembut namun tegas.

Simbol Kepemimpinan Baru untuk Gereja Global

Lebih dari sekadar pencapaian statistik, rekor-rekor yang dipecahkan Leo XIV menunjukkan munculnya kultur kepemimpinan Gereja yang lebih global, lebih inklusif, dan lebih adaptif terhadap dinamika sosial dunia. Pengalamannya sebagai misionaris di Peru selama hampir tiga dekade telah membentuknya sebagai pemimpin yang tidak terisolasi dalam tembok Vatikan, tetapi turun langsung melayani umat dalam realitas kemiskinan, ketidaksetaraan, dan migrasi.

Paus Leo XIV, dengan latar belakangnya yang multinasional, pengalaman pastoral lintas budaya, dan pendekatan yang menggabungkan ajaran tradisional dengan sensitivitas terhadap dunia modern, telah menandai sebuah awal yang menggugah dalam sejarah kepausan. Melalui pemilihan yang cepat dan sambutan global yang positif, harapan baru tumbuh di antara umat Katolik dunia: bahwa Gereja, di bawah kepemimpinannya, akan menjadi lebih terbuka, relevan, dan bersuara untuk mereka yang selama ini terpinggirkan.

CNBC Indonesia Research

Read Entire Article
Photo View |