Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menekan laju impor daging sapi beku. Alasannya jelas, untuk melindungi peternak lokal agar tidak merugi dan sekaligus memberikan nilai tambah bagi ekonomi dalam negeri.
Sebagai gantinya, strategi diubah dengan menambah impor sapi hidup atau sapi bakalan yang kemudian digemukkan di dalam negeri. Langkah ini ditegaskan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas). Ia menyebut pemerintah kini fokus memperkuat industri penggemukan sapi karena mampu menggerakkan ekonomi masyarakat dari hulu ke hilir.
"Kan pilihannya ada dua, kalau kita pilih sapi penggemukan maka harus dikendalikan dong impor daging sapi bekunya, kalau nggak, yang peternak penggemukannya akan bangkrut," kata Zulhas saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Untuk mendukung strategi ini, pemerintah memutuskan menambah kuota impor sapi bakalan tahun ini sebesar 184 ribu ekor, dari kuota sebelumnya yang sudah mencapai 350 ribu ekor. Dengan demikian, total kuota impor sapi bakalan tahun 2025 mencapai 530 ribu ekor.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Suasana penjualan daging di Supermarket, Jakarta Senin (9/4). Kementerian Perdagangan tengah mengkaji volume dan periode impor daging sapi. Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengungkapkan kebutuhan industri pada tahun ini mencapai 70.000 ton daging sapi untuk makanan kaleng seperti kornet, sosis dan bakso. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Bahkan, Zulhas membuka kemungkinan untuk membebaskan kuota impor sapi bakalan sepenuhnya jika fokus negara memang sudah jelas ke arah penggemukan. "Jadi kalau memang kita fokusnya bakalan, nanti bakalan kita bebasin aja. Enggak usah dikuota-kuota lagi kan? Kalau daging bekunya enggak diatur ya mati dia. Rugi," ujarnya.
Menurutnya, model penggemukan sapi memiliki efek ekonomi berganda karena melibatkan banyak pelaku di daerah. Peternak lokal, petani rumput, penyedia pakan, hingga pedagang kecil akan ikut terlibat dan mendapatkan manfaat.
"Kalau penggemukan itu kan kita beli sapinya kecil. Digemukin 6 bulan hingga 1 tahun. Itu ada peternaknya, ada petani rumput, ada makanan jagung. Jadi banyak yang terlibat," jelasnya.
Zulhas pun menegaskan, impor daging beku tidak memiliki nilai tambah karena langsung dikonsumsi tanpa proses produksi yang melibatkan tenaga lokal. Ini berbeda dengan sapi bakalan yang justru mendorong aktivitas ekonomi dalam negeri.
(wur)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Kalahkan Vietnam, RI Jadi Produsen Kopi Terbesar ke-4 di Dunia
Next Article RI Bakal Banjir Daging Sapi-Kerbau Impor Demi Pasokan Puasa & Lebaran