KPPU Sebut Ada Kartel Bunga Pinjol Rugikan Konsumen, AFPI Buka Suara

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) buka suara soal tuduhan praktik kartel bunga pinjaman online (Pinjol) yang dilayangkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Diketahui, gugatan ini sudah akan masuk persidangan.

Sekjen AFPI Ronald Andi Kasim mengatakan, pihaknya menghargai hasil penyelidikan KPPU. Bahkan, sebagian besar anggota asosiasi juga telah dipanggil untuk dimintai keterangan.

"Jadi kita ikuti saja, cuma mungkin yang ingin saya tegaskan di sini bahwa tuduhan KPPU itu kan terjadinya kartel atau kesepakatan harga antara pelaku industri, itu memang tidak terjadi," kata Ronald ungkap Ronald yang kerap disapa Roni, dalam Konferensi Pers AFPI, di Jakarta, Rabu, (14/5/2025).

Ia pun menegaskan, penetapan bunga maksimum flat 0,8% per hari dalam code of conduct AFPI tahun 2018 bukan merupakan kesepakatan sepihak dari asosiasi, melainkan untuk melindungi konsumen dari praktik predatory lending.

"Kita tegaskan lagi itu tidak ada (kesepakatan). Bahkan kalau ditanya secara pribadi, saya kan juga kalau berbicara sebagai direksi platform, saya gak mau diatur, malah merugikan," kata dia.

Lebih lanjut, Roni menjelaskan bahwa mekanisme Peer to Peer (P2P) lending hanya sebagai wadah untuk menjodohkan orang yang punya uang dengan orang yang butuh uang. Sehingga ketika ada pembatasan, berarti platform membayasi volume lender, hal ini pun bisa merugikan perusahaan.

"Jadi saya hanya bisa mungkin mencari lender yang risk appetite-nya rendah juga gitu. Supaya match nih dengan borongan profil risikonya. Jadi kalau ditanya ke masing-masing platform, pasti tidak ada satupun yang ingin diatur," tandasnya.

Lebih jauh, Sunu Widyatmoko, Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023 mengatakan, batas bunga maksimum yang pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct tahun 2018 dan sekarang sudah dicabut serta tidak berlaku lagi.

Awalnya, aturan tersebut dimaksudkan untuk menyeragamkan harga antar platform, melainkan sebagai upaya mendorong penurunan bunga yang saat itu sangat tinggi-sekaligus membedakan layanan pinjaman legal (Pindar) dari praktik pinjol ilegal yang tidak diawasi.

"Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1% per hari, bahkan ada yang dua hingga tiga kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen," jelas Sunu.

Data Satgas Waspada Investasi (SWI) menunjukkan bahwa antara 2018 hingga 2021, lebih dari 3.600 pinjol ilegal beroperasi tanpa izin dan kerap mengenakan bunga sangat tinggi, tanpa perlindungan bagi peminjam.

Sebelumnya, Penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai Terlapor diduga menetapkan plafon bunga harian yang tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Ditemukan bahwa mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 % per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4% per hari pada tahun 2021.

"Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023. Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," kata Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, dalam rilis dikutip Minggu (4/5/2025).


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Bos Otomotif Bicara PHK, Pajak Ekspor - Pelemahan Daya Beli

Next Article 5 Aturan Baru Pinjol 2025: Batas Usia Peminjam hingga Bunga Tertinggi

Read Entire Article
Photo View |